Pernah di kisahkan suatu hari setelah usai mengikuti pertempuran yang
hebat, Jengis Khan beristirahat sejenak melepas lelah di tepi air
terjun kecil ditemani burung rajawali yang selalu mengikutinya. Sengaja
ia mencari tempat yang agak sepi dan jauh dari serdadunya agar ia dapat
beristirahat dengan tenang tanpa diganggu. Beberapa saat kemudian ia
mulai merasa haus dan segera membawa wadah yang terbuat dari tanah liat
(kalau sekarang mungkin semacam mangkok atau gelas kali ya) untuk
menampung air dari air terjun dekat tempatnya berteduh.
Ketika
ia hendak menampung air dengan mangkuknya itu tiba-tiba saja burung
rajawali peliharaannya itu menyambar mangkuk tersebut hingga jatuh.
Kaget Jengis Khan dibuatnya, karena tak pernah hal ini dilakukan
sebelumnya oleh rajawalinya yang setia.
“hmm.. kayaknya dia hanya ingin bercanda,” pikirnya dalam hati
Kembali
ia mengambil mangkuk yang terjatuh itu dan mencoba kembali menampung
air dengannya. Kemudian untuk kedua kalinya sang burung rajawali
peliharaannya menjatuhkan mangkuk yang dipegang sang panglima. Kali ini
sang rajawali menghentaknya dengan sangat keras sehingga mangkuk
tersebut terpental cukup jauh. Jengis Khan menjadi jengkel karenanya,
kalau sekali mungkin ini bisa dianggap bercanda, namun untuk yang kedua
kalinya maka ini seperti pelecehan baginya. Dengan murka dirinya
mengancam akan menyembelih burung rajawalinya jika hal itu dilakukannya
lagi.
Lalu Jengis Khan memungut kembali mangkuk yang
terbuat dari tanah liat itu untuk kembali mencoba menampung air
dengannya. Baru saja ditengadahkan mangkuknya di bawah kucuran air
terjun, sang rajawali tanpa terduga kembali menyambar mangkuknya dengan
sangat keras hingga terpental jauh dan terpecah.
Tak
lagi menahan kesabarannya, diayunkan pedang perangnya ke arah burung
rajawalinya hingga putuslah leher sang rajawali dan terlepaslah jiwa
dari raganya. Puas melampiaskan kemarahannya, Jengis Khan mencoba
menaiki ujung tebing yang merupakan tempat sumber mata air itu berada
untuk meminumnya dan sekaligus melihat-lihat keadaan sekitar. Begitu ia
sampai di atas, betapa kagetnya ia melihat ada bangkai binatang yang
membusuk tergenang tepat di sumber mata air tersebut, seketika ia
menyadari bahwa sang rajawali sejak tadi sebenarnya hendak
memberitahukan kepadanya bahwa air yang ingin diminumnya sudahlah
tercemar bangkai yang membusuk dan bukan tak mungkin akan bisa
membunuhnya.
Dengan sedih ia menatap ke arah mayat
burung rajawali yang baru saja ditebasnya. Betapa sedih dan menyesalnya
ia atas perbuatannya. Dihampirinya jasad sang rajawali, dilepasnya baju
perang yang dipakainya untuk digunakan membungkus jasad sang rajawali
dan kemudia dimakamkan dengan terhormat menggunakan upacara kemiliteran.
Sebagai
panglima perang, Jengis Khan begitu hebat nan perkasa mengalahkan
musuh-musuhnya, namanya tersohor di seluruh dunia. Bahkan hingga kini
sejarah kehebatannya dan lekang di makan usia. Namun kehebatannya
menaklukkan dan menguasai orang lain bukanlah jaminan baginya untuk
dapat mengalahkan dan menguasai dirinya. Ia menyadari bahwa sangatlah
penting baginya dan seluruh pasukannya untuk dapat menguasai dirinya
sebelum menguasai orang lain.
Melalui kisah tersebut
kita belajar tentang pentingnya mengendalikan diri. Karena kebijaksanaan
seseorang amatlah terlihat dari sepandai apa ia mampu mengendalikan
dirinya. Pengendalian diri merupakan salah satu aspek terpenting dalam
hidup, karena musuh terbesar bagi manusia (selain syaitan laknatullah
‘alaih) bukanlah orang lain atau sesuatu di luar dirinya, melainkan
musuh terbesar bagi manusia adalah apa yang terdapat dalam dirinya,
dalam pikirannya, dalam hatinya.
Mengendalikan diri
berarti mengendalikan hati dari berbagai noda hitam yang menutupi,
mengendalikan pikir dari berbagai macam prasangka negatif yang
menghampiri, juga mengendalikan raga dari melakukan segala perbuatan
yang berpotensi merugikan diri sendiri dan orang lain di sekitarnya.
Kemampuan
mengendalikan diri bukanlah kemampuan yang turun dari langit, yang
serta merta dimiliki tanpa adanya ikhtiar untuk mendapatkannya.
Kemampuan mengendalikan diri adalah usaha sadar yang dilakukan manusia
sejak dini melalui proses panjang nan berliku yang didapatkan dari
berbagai hikmah selama hidupnya berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya dan interaksi dengan tuhannyya.
Satu hal
yang bisa kita pelajari dari cerita Jengis Khan di atas adalah bagaimana
pentingnya mengendalikan diri dari berbagai emosi, khususnya terhadap
rasa marah. Senang, sedih, marah, takut, kecewa, dan beragam emosi
lainnya adalah fitrah yang dimiliki manusia sejak dilahirkan ke dunia
yang tak bisa kita tolak kehadirannya. Namun bukan berarti kita tak
sanggup mengendalikannya. Emosi yang muncul seketika dengan kadar
sewajarnya adalah hal yang manusiawi terjadi pada setiap manusia. Namun
menjadi tak wajar ketika emosi itu mengendalikan diri kita sepenuhnya,
menutup akal sehat, mengunci hati nurani, hingga menjerumuskan kita
untuk melakukan perbuatan yang dibenci manusia sekitarnya terlebih lagi
oleh Sang Maha Pencipta.
Sangatlah besar hikmah yang
akan didapat bagi mereka yang mampu mengendalikan dirinya. Allah SWT dan
Rasul-Nya menyampaikan hal ini dengan sangat jelas kepada kita.
Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
(Ali Imran: 133-134)
Dalam sebuah hadits yang shahih, Rasulullah pernah mengatakan:
“Bukanlah
orang yang kuat itu ialah yang selalu menang dalam pergulatan, tetapi
orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya
ketika marah” (HR Bukhari dan Muslim)
Pada kesempatan lainnya, Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa
yang menahan kemarahannya padahal dia mampu untuk melampiaskannya maka
Allah Ta’ala akan memanggilnya (membanggakannya) pada hari kiamat di
hadapan semua manusia sampai (kemudian) Allah membiarkannya memilih
bidadari bermata jeli yang disukainya.” (HR. At-Tirmidzi)
Serta banyak dalil lainnya yang menyatakan besarnya keutamaan bagi mereka yang mampu mengendalikan diri.
Tentunya
mengendalikan diri dari emosi tak hanya terbatas pada aspek
mengendalikan emosi kemarahan semata. Ada banyak emosi lainnya yang juga
memiliki potensi besar untuk menjadikan diri tak berdaya hingga tak
sadar kita telah melakukan perbuatan yang mengundang murka-Nya.
Semoga
Allah jadikan kita hamba-Nya yang mampu mengendalikan diri dari segala
dosa. Mengendalikan hati dari berbagai noda dan penyakit yang menutupi.
Mengendalikan pikiran dari berbagai prasangka negatif kepada Sang Khalik
dan makhluk-Nya. Mengendalikan raga dari segala perbuatan yang mampu
mengundang murka-Nya dan menjadi penyebab dimasukkanya kita sebagai
penghuni neraka.
Otista,
Februari 2014
_A.Ka_
The best casinos for 2021 (with promo code) - DrMCD
BalasHapusFind the 성남 출장샵 top casino to play your favorite slots, 당진 출장샵 table games and 대구광역 출장안마 more 태백 출장샵 at our top-rated casinos in Washington State. Play 전주 출장안마 slots, poker, blackjack,